1 DEKADE itu adalah 10 tahun yang lalu, tak terasa itu telah berlalu begitu cepat dengan segala lila liku yang ada, menuntun saya bisa duduk di depan notebook saya sembari menyeruput susu hangat, 10 tahun yang lalu saya masih pelajar SMA kelas 11, siswa SMA yang tidak tahu seberapa keras perjalanan hidup setelah lulus sekolah nanti, tapi saya menikmati masa itu.
Pada masa itu saya ingat betul, dimana tahun itu adalah tahun pemilu, saya yang waktu itu baru kelas 11 SMA belum cukup umur untuk mencoblos atau menggunakan hak pilih, hanya kurang satu tahun saja pada syarat yang di tentukan untuk mencoblos, akan tetapi, saya merasa pada saat itu kepedulian saya terhadap politik sudah mulai nampak, saya lumayan sering mengikuti tentang berita perpolitikan dalam negeri terutama di tahun itu, mengingat tahun itu adalah tahun pemilu. Waktu itu adalah mata pelajaran PKN dan gurunya adalah guru magang yang sedang mengajar di sekolah saya pada saat itu, pembahasan kita pada jam pelajaran itu adalah tentang demokrasi, kita di bagi kelompok ada demokrasi terpimpin, demokrasi liberal, demokrasi pancasila, dan yang lainnya. Karena pembahasan tentang demokrasi, di tambah lagi tahun itu adalah tahun politik, nyerempet nyerempet lah kepada kedua calon kepala negara kita pada saat itu yaitu Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Tapi, karena si guru mengulas secara tidak objektif atau tendensius terhadap salah satu paslon, lebih membaguskan salah satunya saja yaitu Prabowo, saya tiba tiba naik pitam, saya berdiri dari tempat duduk saya sambil jari saya menunjuk "Bu, kalo ibu memlih Prabowo, bilang aja pilih Prabowo, jangan malah menjelekkan Joko Widodo" timpal saya cepat sekali. Entah apa yang membuat saya bereaksi seperti itu, teman saya bertepuk tangan karena terkejut mungkin melihat saya bereaksi seperti itu. Pada saat itu, saya melihat Pak Jokowi seperti melihat secercah harapan kepada orang orang seperti saya, dia yang bukan siapa siapa, dia yang bukan anak kolong, dia yang bukan darah biru, dia yang bukan anak pejabat, dengan kesederhanannya, memberikan dorongan terhadap diri saya, bahwa orang ini bisa di posisi tersebut, bahwa jika kita memang layak disana, ya memang seharusnya disana. Dia menunjukkan, dirinya bisa. Awal kekaguman saya, ia jadi Wali Kota saja, saya sudah bangga, terasa terwakilkan, jika dan jika suatu hari Prabowo harus jadi Presiden, saya tidak kaget, tapi jika Joko Widodo yang jadi Presiden, itu sangat di luar prediksi kita semua.
Dengan segala mukjizat yang ada, sim salabim, akhirnya, Joko Widodo terpilih sebagai Presiden untuk pertama kalinya di rahun 2014. "Tapi kan, tapi kan, terpilih karena pencitraan masuk gorong gorong, sok sok an peduli rakyat miskin", politik itu citra, ya sudah pasti ada pencitraan. Di dunia profesional, jika pada saat sedang kerja lalu ada bos kita di hadapan kita, apa yang kita lakukan? Bekerja lebih keras kan? Supaya ga di liat biasa biasa aja kan? Sama, pejabat juga gitu, bos nya kan rakyat, ya pencitraannya depan rakyat, ya walaupun pada akhirnya kadang ketika sudah menjabat mereka yang jadi bos hehe.
Tidak terasa, hari ini adalah hari terakhir dirinya bertugas, bertugas sebagai Kepala Negara ini, 10 tahun itu akan berakhir hari ini dengan segala lika likunya, dia di caci maki, di hina sana sini, bahkan oleh Ketua Umum partai yang mengusungnya, Adi Prayitno ( Pengamat Politik) pernah bilang "Pak Jokowi sebetulnya nyaris tanpa celah di kepemimpinannya yang hampir rampung ini". Saya sedikit banyaknya, sepakat terhadap yang di sampaikan, tapi Jokowi tergelincir di detik detik terakhir, entah legacy atau dinasti yang ia kejar, sampai akhirnya pendaratan dia tidak semulus semestinya. Kita tetap harus objektif bahwa di detik detik akhir, dimana menjelang pemilu, terasa sekali dia memihak salah satu paslon, lalu terjadi pembiaran pembiaran mengangkangi konstitusi, ini adalah hal hal fatal yang tersorot di akhir masa jabatannya. Tapi, layaknya pemimpin sebelumnya, Jokowi adalah pemimpin yang tidak sempurna, yang mempunyai kontroversinya sendiri, seperti Soekarno dengan NASAKOMnya, Soeharto dengan Kediktatorannya, Habibie dengan Referendumnya, Gusdur dengan Dekritnya, Megawati dengan menjual Indosatnya, SBY dengan Lapindo, munir, century, hambalangnya. Mau siapapun pemimpinnya, tidak ada jaminan tidak akan mengecewakan, mau siapapun pemiminnya kita jangan sampai menjadi fanatisme buta, yang mencintai sosok tanpa melihat secara komprehensif apa yang terjadi, siapa pun yang menjabat, mari kita kawal, tugas kita belum selesai, tugas kita tidak hanya memilih tapi juga mengawal semuanya.
TERIMA KASIH PAK JOKOWI
SELAMAT PURNA TUGAS